18 November 2007

Jargon Politik Pendidikan Gratis di Banten

Oleh Elde Domahy Lendong, S.Fil

Program pendidikan gratis dipakai oleh semua calon dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) sebagai jargon politik. Ketika calon bersangkutan terpilih menjadi kepala daerah, program pendidikan gratis yang dikoar-koarkan dengan entengnya dilupakan. Hal seperti ini terjadi di berbagai daerah, termasuk di Provinsi Banten.

Ada beberapa kabupaten di Provinsi Banten yang sering mengumbar jargon politik pendidikan gratis, antara lain di Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang. Faktanya, masih banyak sekolah yang memungut dana bangunan kepada siswa baru, walaupun kebanyakan warga masih dililit kemiskinan parah.

Kabupaten Serang, misalnya, begitu gencar menyosialisasikan program bebas biaya pendaftaran siswa baru (PSB) untuk sekolah negeri mulai dari tingkat SD sampai SLTA, tahun 2007 ini, namun masih banyak sekolah yang memungut biaya. Pendidikan gratis yang digembar-gemborkan oleh kepala daerah hanya jargon politik untuk menarik simpati masyarakat. Namun, dalam praktiknya, kosong!

"Kalau memang benar Bupati Pandeglang H Acmad Dimyati Kusumah memiliki komitmen dengan program pendidikan gratis, seharusnya tidak ada lagi pungutan di sekolah-sekolah. Faktanya, orangtua siswa masih juga dipungut uang pembangunan dan lain-lainnya," tutur Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Pandeglang, Lukman Hakim.

Menurut Lukman, apa pun bentuk pungutan, baik untuk pembangunan gedung sekolah maupun penyediaan sarana dan prasarana lainnya, merupakan pelanggaran. Apa gunanya dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang diberikan pemerintah setiap tahun. "Untuk apa ada BOS kalau setiap sekolah masih membebani siswa dengan sejumlah pungutan," ujarnya.

Lukman mengaku pesimistis pada rencana Bupati menjadikan Kabupaten Pandeglang sebagai kota pendidikan. Sebab, selain belum tersedianya sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, rencana ini juga belum didukung pelaku pendidikan. "Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun merupakan hak masyarakat, tapi kenapa harus ada kewajiban membayar," ucapnya.

Di SDN 3 Pandeglang, paparnya, setiap orangtua siswa diwajibkan membayar uang pembangunan sebesar Rp 350.00. Hal ini tentu sangat memberatkan masyarakat. Namun, ironisnya, kata Lukman, kebijakan sekolah seperti ini didukung oleh Dinas Pendidikan Pandeglang.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Pandeglang Taufik Hidayat menegaskan, pungutan dana pembangunan oleh sekolah sah-sah saja, yang penting ada keikhlasan dari orangtua siswa yang diputuskan dalam musyawarah. Namun, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pendidikan Kecamatan Pandeglang Dadi Wahdi HD menilai, hal itu melanggar aturan. Alasannya, pembangunan gedung dan penyediaan sarana dan prasarana sekolah merupakan tanggung jawab pemerintah.

"Lalu manfaat dana BOS untuk apa? Pendidikan gratis yang dikatakan Bupati Pandeglang, mana buktinya? Kami akan terus mendesak agar persoalan pungutan di sekolah-sekolah di Pandeglang segera diatasi," ujar Lukman.

Harus Beli Buku

Persoalan pungutan terhadap siswa ini juga terjadi di Kabupaten Lebak. Di SDN 01 Kadu Agung Timur, Kecamatan Rangkasbitung, Lebak, sekolah mewajib-kan siswa membeli buku seharga Rp 150.000 sampai Rp 170.000. Pertanyaannya, dana BOS yang diberikan oleh pemerintah setiap tahun digunakan untuk apa?

"Katanya sekolah SD gratis, dan ada bantuan dari pemerintah. Namun kenyataannya, siswa tetap disuruh membeli buku. Apa-lagi harga buku itu sangat tinggi," tutur Mahmud, yang anaknya sekolah di SDN 01 Kadu Agung Timur.

Keluhan dan keberatan atas buku-buku tambahan yang harus dibeli siswa sudah berulangkali disampaikan oleh para orangtua siswa, termasuk mengadukan ke komite sekolah, namun hingga saat ini penjualan buku oleh sekolah tidak pernah berhenti. "Kami sudah menyampaikan hal ini kepada komite sekolah untuk membantu menyampaikan keberatan kami, tapi sepertinya saran komite sekolah juga diabaikan oleh sekolah dan para guru," katanya.

Ketua Komisi B DPRD Lebak, Hezi Faudu Zebua, mengakui, pihaknya sudah menerima pengaduan lisan tentang adanya keharusan pembelian buku kepada siswa di sejumlah sekolah di Lebak, dan berjanji akan segera menyelesaikan persoalan itu. Ia berpendapat, adanya kewajiban untuk membeli buku tambahan bisa saja dilakukan atas dasar kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan siswa.

"Namun hal itu harus didasarkan pada hasil kesepakatan dengan seluruh wali murid, disertai kebijakan subsidi silang dari sekolah. Program pemerintah melalui dana BOS sudah sangat bagus, begitu juga program dari Pemkab Lebak. Ini tidak boleh dikotori oleh sekolah atau oknum guru yang hanya mencari keuntungan" ucapnya.***

Tidak ada komentar: