Oleh Elde Domahy Lendong, S.Fil
UPAYA peningkatan mutu pendidikan baik di tingkat basic education maupun di tingkat perguruan tinggi di
Pemerintah
JICA
Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, Pemerintah
Program kerja sama dengan JICA ini dimulai sejak 1999 sampai 2001 atau disebut REDIP1, serta dilanjutkan REDIP2 yang dimulai tahun 2002 sampai 2004. Program REDIP ini telah dilaksanakan di dua provinsi yakni Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Sulawesi Utara.
Tujuan program REDIP yakni merumuskan rencana strategis dan program aksi guna menghilangkan ketimpangan kuantitatif dan kualitatif dalam bidang pendidikan sekolah lanjutan pertama dengan menekankan pembangunan kapasitas administrasi pendidikan sejalan dengan desentralisasi serta pemberdayaan masyarakat berdasarkan manajemen berbasis sekolah. Selain itu membantu memperkuat kemampuan perencanaan pendidikan dari pejabat pendidikan
Program REDIP terdiri dari dua komponen yakni komponen tim pengembang pendidikan kecamatan (TPK) dan komponen komite sekolah. TPK berfungsi untuk membantu mengembangkan mutu pendidikan SMP dan MTs di kecamatan dengan mengorganisir kegiatan kelompok kerja kepala sekolah (KKKS), Musyarawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan kegiatan yang bersifat umum.
REDIP mengembangkan mutu pendidikan dengan beberapa pola pendekatan yakni perencanaan dari bawah (bottom up planning) yakni program TPK dan komite sekolah tidak ditetapkan dari atas tetapi berasal dari usulan TPK dan komite sekolah sendiri sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Kedua, otonomi, yakni TPK dan komite sekolah memiliki wewenang penuh dalam melakukan identifikasi masalah, penetapan rencana kegiatan maupun pelaksanaannya. Ketiga, manajemen partisipatif yakni peningkatan mutu pendidikan melibatkan seluruh stakeholder (kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, orang tua, sekolah, masyarakat, tokoh agama, usahawan, pejabat setempat, dan lain-lain. Keempat, transparansi yaitu mengelola program termasuknya besarnya sumber dana dan penggunaan dana dilakukan secara transparan. TPK dan komite sekolah wajib menginformasikan penggunaan dana secara terbuka.
Kelima, akuntabilitas yakni TPK dan komite sekolah wajib memberikan pertanggungjawaban terhadap semua penggunaan dana dan sumbernya dalam laporan keuangan. Keenam, peningkatan mutu pendidikan, meliputi program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh TPK dan komite sekolah harus berorientasi pada upaya peningkatan mutu pendidikan. Selain itu ada beberapa pendekatan lainnya yakni holistic integrative, pemberdayaan masyarakat, keberlanjutan, block grant dan perlakuan yang sama.
JICA dalam melaksanakan tugasnya memberikan bantuan berupa uang dan pendampingan untuk masing-masing TPK dan komite sekolah yang menjadi model. Sekolah yang menerima bantuan tersebut berkewajiban menyediakan dana pendamping yang diperoleh dari masyarakat dan atau usaha lain yang sah. Sementara konsultan lapangan bertugas memberikan bantuan teknisi kepada TPK dan komite sekolah sejak penyusunan perencanaan proposal, pelaksanaan sampai dengan pelaporan.
USAID
Program DBE ini merupakan bantuan Pemerintah Amerika Serikat di Indonesia untuk peningkatan kualitas pendidikan dasar di sejumlah kurang lebih 200 sekolah di 100 kabupaten/kota di Indonesia dari tahun 2005-2010. Program direncanakan akan dilaksanakan dalam tiga fase yakni fase pertama (2005-2007), fase kedua (2007-2009) dan fase ketiga (2008-2010). Program ini terbuka terhadap semua tipe sekolah yakni sekolah negeri, swasta, sekolah umum, maupun sekolah agama. Program DBE ini tidak memberikan bantuan berupa dana tetapi lebih pada bantuan peningkatan mutu dengan titik penekanan pada tingkat partisipasi siswa, tingkat transisi dan prestasi pendidikan.
Upaya peningkatan kualitas pendidikan lewat program DBE ini didasarkan pada kenyataan bahwa siswa
Koordinator Program DBE1 untuk Provinsi Jawa Barat dan Banten Dinn Wahyudin kepada Pembaruan seusai penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara USAID dan Pemprov Banten, Jumat (19/8) mengungkapkan dari beberapa provinsi yang sudah dipilih untuk bekerja sama dengan USAID dalam peningkatan kualitas pendidikan dasar, baru Provinsi Banten yang sudah sampai pada tahap penandatanganan nota kesepakatan.
“Beberapa provinsi lain seperti Provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, Kaltim, dan Sulsel masih dalam proses. Baru Provinsi Banten yang sudah menandatangani MoU. Itu berarti Provinsi Banten menjadi provinsi pertama yang akan memulai program DBE,”jelasnya.
Dinn menjelaskan, program DBE ini lebih menekankan peningkatan kualitas pendidikan lewat metode mengajar yang lebih kreatif, sehingga terciptanya suasana joyful learning, active learning dan partisipative learning.
“Kehadiran DBE lebih pada technical assistant terhadap guru-guru yang mengajar di SD, SMP/MTs. Karena itu, pihak DBE akan melakukan lokakarya, seminar dan workshop untuk memberikan training kepada guru-guru berkaitan cara mengajar yang baik dan benar,” jelasnya.
Sementara itu, Program Director (DBE2) Michael Calvano kepada Pembaruan, Jumat (19/8) menjelaskan, kegiatan belajar mengajar dan metode mengajar yang diterapkan di pendidikan dasar di Indonesia masih bersifat satu arah sehingga siswa menjadi pasif.
“Kami akan menerapkan metode mengajar active learning dan participative learning sehingga siswa dirangsang untuk berpikir sendiri dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Siswa diberikan kesempatan untuk memecahkan soal. Karena itu kami akan memberikan pelatihan terlebih dahulu kepada guru-guru sekolah,” jelasnya.
Michael menjelaskan, dalam melaksanakan program DBE, pihaknya akan bekerja sama dengan pemerintah daerah dan seluruh stakeholder yang ada sehingga upaya peningkatan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama.
“Kami akan menyeleksi sekolah sebagai sekolah gugus yang menjadi pusat pelaksanaan program DBE,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Banten Drs Didie Supriadie MPd menjelaskan, pelaksanaan program DBE itu akan diserahkan kepada kabupaten/kota masing-masing. Pihak USAID akan bekerja sama langsung dengan kabupaten/kota.
“Kami hanya memfasilitasi kerja sama dengan USAID itu.Tetapi program DBE dari USAID ini sangat membantu karena memberikan metode baru dalam pengajaran dan kegiatan belajar mengajar baik di sekolah dasar maupun di SMP/MTs. Selain itu, pihak USAID juga akan menyiapkan sarana berupa laboratorium dalam melaksanakan program DBE itu,” jelasnya.
Menurut Didie, kurikulum yang digunakan dalam program DBE itu tetap mengacu pada program yang ada. Pihak USAID hanya memberikan metode-metode pengajaran yang lebih menekankan peran serta siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Selain itu siswa SMP/MTs akan diarahkan untuk memiliki life skill sehingga bisa mandiri.
“DBE juga akan memperkuat kemampuan siswa SMP/MTs dalam mengembangkan kecakapan hidup dan keterampilan kerja melalui kurikulum muatan lokal, kegiatan ekstrakurikuler berbasis masyarakat dan kegiatan service learning,”jelasnya.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar